BAB I
PENDAHULUAN
Ketika manusia sibuk dengan urusan duniawi, ketika
akhlak manusia sudah rendah dan sangat parah, timbul pertanyaan dalam hati,
bagaimanakah kehidupan ini selanjutnya? Apakah dunia akan kiamat? Begitu banyak
pertanyaan yang muncul dari seseorang. Berbagai persoalan-persoalan terus
muncul tanpa kita sadari selama kehidupan ini masih ada. Sebagai umat muslim
tentunya kita mempunyai solusi dan tujuan hidup yang jelas yang sesuai dengan
syariat dan tuntunan Rosulullah.
Islam mengajarkan pada umatnya bahwa sesungguhnya sikap
dan tingkah laku baiklah yang akan menjadi buah keberhasilan dalam meraih
cita-cita. Ada satu hal yang patut diketahui bahwa akhlak yang baik yang sesuai
dengan tuntunan Rosulullah niscaya akan mudah berakselerasi dan beradaptasi
dengan diri sendiri, keluarga saudara-saudara dan sesamanya.
Begitu juga dengan sikap adil, harus ditanamkan kepada
diri seseorang karena sesungguhnya keadilan itu mendekatkan diri kepada
ketaqwaan. Berbuat adil didunia ini dapat membuat tenang dalam hidup dan
disayangi orang-orang terdekatnya. Keadilan pasti datang jika setiap manusia
melakukannya dan dimulai dengan giri sendiri. Dan ketahuilah bahwa sesungguhnya
manusia itu mempunyai kelemahan dan kelebihan sendiri-sendiri. Oleh karena itu
dengan pertolongan Allah dan usaha keras untuk menciptakan keadilan, insya
Allah akan tercipta seperti yang diharapkan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Akhlak
Menurut bahasa (etimologi) akhlak
ialah bentuk jamak dari khuluq (khuluqun) yang berarti budi perkerti, perangai,
tingkah laku atau tabiat. Khuluq merupakan gambaran sifat batin manusia dan
gerak anggota badan. Dalam bahasa yunani khuluq disamakan ethico dan etos
artinya adalah kebiasaan, perasaan batin kecenderungan hati unyuk melakukan
perbuatan.[1]
Menurut penelitian Muhammad Omar Al-Taomy As-Syaibany dalam bukunya yang
berjudul “Falsafah Dalam Islam” banyak ayat Al qur’an yang berhubungan dengan
akhlak baik secara teoritic maupun praktis, kenyataan ini mengidentifikasikan
bahwa akhlak merupakan masalah yang esensial dalam kehidupan manusia, diantara
akhlak manusia yang berhubungan dengan akhlak antara lain surat Al-Qalam ayat 4
Artinya :“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi
pekerti yang agung”
Dari segi istilah (terminologi)
istilah akhlak oleh para ahli diartikan sebagai berikut :
a.
Ibnu
Maskawih akhlak adalah keadaan jiwa seseorang untuk melalui perbuatan tanpa
melakukan pemikiran dan pertimbangan terlebih dahulu.
b.
Al-Ghazali
akhalk adalah ungkapan dari suatu sifat yang tetap dalam jiwa timbul perbuatan
yang mudah tanpa atau tidak memerlukan pemikiran dan pertimbangan terlebih
dahulu.[2]
B.
Pengertian Keadilan
Keadilan berasal dari kata adil yang
mendapat imbuhan ke-an menjadi keadilan. Keadilan berarti dapat menempatkan
sesuatu secara proposional dan persamaan-persamaan hak sesuai dengan kapasitas
dan kemampuan seseorang dalam melakukan perbuatan. Menurut bahasa keadilan
adalah seimbang antara berat dan muatan, sesuai hak dan kewajiban, sesuai
dengan pekerjaan dan hasil yang diperoleh sesuai dengan ilmu sesuai dengan
pendapatan dan kebutuhan.[3]
Keadilan dapat pula diartikan
perlakuan yang sama yang didapat seseorang deengan orang lain dengan hak dan
drajat yang sama pula sama dalam artian proposional yaitu disesuaikan dengan
pekerjaan dan kebutuhan yang ia peroleh. Banyak orang yang slah dalam keadilan yang
sesungguhnya, sehingga yang terjadi kesalah pahaman antara yang satu dengan
yang lainnya sehingga menimbulkan ketidakadilan.
Keadilan dalam Islam ialah keadilan
yang mengatur semua segi kehidupan manusia secara seimbang dan menyeluruh.
Keadilan dalam islam tidak memecahkan persoalan-persoalan didalamnya secara
acak dan tidak pula menghadapinya sebagai bagian yang terpisah antara yang satu
dengan yang lain, karena islam mempunyai konsep menyeluruh dan lengkap tentang
alam dan manusia.[4]
Adil itu ada dua macam yang pertama
mensifati perseorangan dan mensifati masyarakat atau pemerintah. Adil
perseorangan ialah memberi hak kepada yang mempunyai hak, karena tiap-tiap
orang sebagai anggota masyarakat mempunyai hak untuk merasakan kebaikan yang
didapat masyarakat. Yang kedua masyarakat yang adil ialah masyarakat yang
mempunyai peraturan dan undang-undang yang memudahkan tiap-tiap orang mempertinggi
dirinya sesuai kecakapan masing-masing.
C.
Akhlak dalam Keadilan Menurut UU
Didalam UU ditetapkan bagaimana
seseorang itu menghukum, bagaimana seseorang itu mengambil keputusan. Akhlak
terhadap sesama manusia pun diatur dalam undang-undang namun penekanannya tidak
disebutkan secara tegas hanya akhlak secara umum saja. Contoh akhlak yang
dimuat dalam undang-undang untuk
meyakini adanya sang pencipta bahwa kekuasaan-nya diatas segala-galanya (KUHP
pasal 532-547) dan pasal-pasal yang lain tentang penyimpangan akhlak disebutkan
yaitu 533 yang berbunyi “Diancam hukuman kurungan paling lama 2 tahun atau
denda Rp. 200.000,00”.[5]
Menurut Ibnu Maskawih keadilan
terbagi pada tiga pokok hal yaitu sebagai berikut :
1.
Bagaimana
keadilan dan akhlak terhadap tuhan artinya manusia harus adil beribadah
kepada-Nya. Jangan hanya mementingkan kehidupan dunianya saja, tetapi harus
adil untuk kepentingan akhirat yang kekal abadi.
2.
Bagaimana
keadilan dan akhlak yang dilakukan manusia. Keadilan dan akhlak sesama
diwujudkan dalam bentuk antara lain :
a.
Menghormati
dengan cara ma’ruj
b.
Memberi
salam dan menjawab salam dengan wajah yang manis
c.
Pandai
berterima kasih
d.
Menepati
janji
e.
Jangan
mengejek
f.
Tidak
mencari-cari kesalahan orang lain.
3.
Keadilan
dan akhlak terhadap leluhur sebagai seorang muslim harus berbuat adil dan
memberikan hak-hak mereka.[6]
D.
Akhlak dalam Mendapatkan Hak dan Keadilan
Menurut Poejawijasna hak ialah
semacam milik, kepunyaan, yang tidak hanya merupakan benda saja, melainkan pula
tindakan, pikiran dan hasil pemikiran itu. Jadi hak adalah wewenang atau
kekuasaan yang secara etis seseorang dapat mengerjakan, memiliki, meninggalakn,
mempergunakan atau menuntut sesuatu.[7]
Hak dipengaruhi dua faktor. Yang
pertama faktor yang merupakan objek hakiki (dimmiliki) yang selanjutnya disebut
hak objektif dan bersifat fisik non fisik. Kedua faktor subjek (manusia) yaitu
orang yang berhak. Orang tersebut berhak memiliki dan bertindak sesuai
sifatnya. Dari segi objektif dan hubungan dengan akhlak, hak itu secara garis
besar dapat dibagi menjadi tujuh bagian yaitu :
1.
Hak hidup
2.
Hak
mendapatkan perlakuan hukum
3.
Hak
mendapatkan keturunan (hak kawin)
4.
Hak milik
5.
Hak
mendapatkan nama baik
6.
Hak
kebebasan berfikir
7.
Hak
mendapatkan kebenaran
Semua hak diatas tidak dapat diganggu
gugat, karena hak asasi yang fitrah yang diberikan oleh tuhan kepada manusia
dan hanya tuhan yang dapat mencabut hak-hak tersebut.
Untuk berbuat adil merupakan
perbuatan yang sulit, tetapi harus disadari bahwa berbuat adil merupakan sunah
dan wajib dilaksanakan tiap-tiap umat manusia, sesuai dengan firman Allah dalam
surat Thaaha ayat 112 yang berbunyi :
Artinya :“Dan barangsiapa mengerjakan amal-amal yang
saleh dan ia dalam keadaan beriman, Maka ia tidak khawatir akan perlakuan yang
tidak adil (terhadapnya) dan tidak (pula) akan pengurangan haknya”.
Dari ayat diatas dapat
disimpulkan bahwa orang yang mengerjakan amal saleh tidak perlu khawatir
diperlakukan tidak adil dan Allah menjamin ia mendapatkan haknya selama
menegakkan keadilan dan kebenaran.
Menurut Ibnu Maskawih
menyebutkan bahwa adil itu bila seseorang dapat berbuat sebagai berikut :
1.
Menjalin
persahabatan
2.
Bersemangat
sosial
3.
Menjauhkan
diri dari permusuhan
4.
Mengikuti
orang yang berbuat besar dan baik
5.
Berwibawa
disegala bidang dan lain-lain
Cakupan aspek keadilan
sangat luas sehingga dalam segala hal harus dapat menempatkan mana hak pribadi,
hak negara, hak kelompok dan hak orang lain dengan cara yang adil. Akan tetapi
ada beberapa hal menurut keadilan harus ada persamaan, sedang tidak persamaan
berarti dihakimi, diantara ialah:
1.
Persamaan
didalam undang-undang. Berarti dalam undang-undang tidak ada perbedaan yang
kaya dan yang miskin, mulia dan hina.
2.
Persamaan
didalam hak-hak, maka tiap orang mempunyai hak untuk merdeka, berpendapat dan
sebagainya.
3.
Persamaan
dalam kedudukan bahwa siapapun bisa mendapatkan sesuai dengan kecakapannya.
4.
Persamaan
dalam pemilihan umum, yaitu baik kaya maupun miskin mempunyai hak yang sama
dalam pemilihan umum.[8]
E.
Aklak dalam Mendapatkan Hak dan Kewajiban
Di dalam masyarakat, sering terlihat
manusia lebih terpengaruh oleh dorongan perasaan egoistis yang selalu
memperhatikan haknya sendiri tetapi mereka lupa dengan kewajibannya untuk
ditunaikan yang menjadi hak orang lain. Dalam mendapatkan hak, harus terlebih
dahulu mengerjakan kewajiban-kewajibannya. Gambaran hak dan kewajiban dapat
disebutkan sebagai berikut:
1.
Hak Allah
atas manusia, menjadi kewajiban manusia
terhadap Allah
2.
Hak
anak-anak untuk di didik adalah kewajiban orang tua
3.
Hak yang
kecil dibimbing adalah kewajiban yang dewasa
4.
Hak yang
lebih tua untuk dihormati adalah kewajiban yang muda[9]
Oleh karena itu didalam islam tidak
ada satu perintah pun untuk menuntut hak telebih dahulu tetapi keseimbangan
antara hak dan kewajiban. Artinya kewajiban dilaksanakan terlebih dahulu baru
dituntut hak sesuai dengan firman Allah dalam surat An Nisa 4:30
Artinya : “Dan
barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, Maka kami kelak
akan memasukkannya ke dalam neraka. Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah”
(QS. An Nisa 4:30).
Hikmah yang terkandung dalam mendapatkan hak dan kewajiban
yang telah diatur dalam ajaran Akhlak Al-kariman sebagai berikut :
1.
Mendahulukan kewajiban
kepada Allah SWT, manusia dan alam sekitarnya
2.
Meminta hak atas jerih payah
sesuai dengan pekerjaan dan perbuatannya
3.
Dilarang mennuntut hak
sebelum melaksanakan kewajiban
4.
Menghormati hak orang lain
dengan cara ma’ruf
5.
Saling menghargai hak
miliknya
6.
Menghormati hak sepadan
7.
Dengan mendahulukan
kewajiban daripada hak berarti menjalan keadilan.
Oleh karena itu hak merupakan wewenang, bukan berwujud
kekuatan maka diperlukan penegak hukum dan melindungi yang lemah. Cara demikian
orang lain pun berbuat yang sama pada dirinya dan dengan akan dipeliharalah
pelaksanaan hak asasi manusia itu.
Didalam kewajiban ditempatkan sebagai salah satu hukum syara’
yaitu sesuai perbuatan apabila dikerjakan mendapat pahala dan ditinggallkan
mendapat dosa. Akhlak adalah peringai dan tingkah laku seseorang terhadap orang
lain maupun terhadap sang pencipta. Hubungannya dengan hak yaitu sebagai milik
yang dapat digunakan oleh seseorang tanpa ada yang dapat menghalangi. Hak yang
demikian itu merupakan bagian dari “akhlaqul karimah” karena harus dilakukan
seseorang sebagai kewajiban dan haknya. Dan sebaliknya dan itu disebut pula
“akhlaqul madmumah atau tercela.
F.
Akhlak dalam Penyimpangan Hak dan Kewajiban
Penyimpangan hak berarti tidak
menerima hak sebagaimana mestinya, penyimpangan kewajiban berarti tidak
melaksanakan kewajiban dengan baik dan benar. Jika hak dan kewajiban merupakan
dambaan setiap insan, maka penyimpangan hak dan kewajiban adalah sifat yang paling
dibenci manusia. Penyimpangan hak dan kewajiban termasuk pelanggaran akhlak,
dalam islam, perbuatan yang tidak disadari, tidak ada kehendak yang tidak
disengaja, maka tidak ada tindakan hukum. Contohnya perbuatan manusia yang
tidak disengaja seperti pencernaan untuk memeras pencernaan dan lain-lain,
gerakan tersebut tidak melanggar hukum.[10]
Perbuatan yang dikehendaki dapat
diberi hukum baik atau buruk, karena mengikuti aturan yang ada, karena itu
pelanggaran terhadap hak dan kewajiban tergantung pada niat yang melakukan.
Dalam islam ada perbuatan yang tidak mendapat hukum dosa , yaitu sebagai
berikut :
1.
Anak kecil
hingga dewasa, anak kecil melakukan perbuatan dosa seperti mencuri, tidak
shalat dan sebagainya menurut pandangan islam belum dihukum dosa sebab
anak-anak itu masih fitrah, tidak tahu membedakan yang baik dan yang buruk.
2.
Orang gila
hingga sembuh, karena dalam melakukan perbuatannya tidak didasarkan pada akal
sehat.
3.
Orang
tidur hingga terbangun.
4.
Orang lupa
hingga sadar, lupa berarti tidak mengingat lagi apa yang pernah dijanjikan dan
menpakan dosa karena dosa adalah perbuatan diluar kesadaran.
Di dalam hak dan kewajiban dan
keadilan harus ada kesamaan. Sebagaimana pendapat filosof romawi Cicero yang
menyatakan “manusia itu sama dan tidak ada yang sama dengan manusia kecuali
manusia”. Kita semua mempunyai akal dan perasaan meskipun kita berbeda dalam
ilmu pengetahuan, tetapi sama tentang dapatnya belajar. Jeffurson dan
pengikutnya menguatkan pendapat ini dengan ketenya : “sesungguhnya menusia itu
dijadikan sama”. Akan tetapi ada beberapa hal, menurut keadilan, harus ada
persamaan; sedang tidak persamaan berarti dzalim. Diantaranya adalah :
1.
Persamaan
dihadapan undang-undang berarti tidak ada perbedaan status semuanya terikat
undang-undang yang berlaku.
2.
Persamaan
didalam hak-hak, maka tiap-tiap orang sepertinya lainnya mempunyai hak dan
kemerdekaan dan mengeluarkan pendapat ekspresi dalam kehidupannya.
3.
Persamaan
didalam kehidupan dan kedudukan.
Para ahli-ahli pengetahuan dan
filsafat berselisih mengenai persamaan hak, kewajiban dan keadilan diantara
alasannya karena :
1.
Sesungguhnya
manusia diciptakan dengan perbedaan
kekuatan dan sifat. Sifatnya; diantaranya ada yang pandai dan bodoh.
2.
Perbedaan
diantara manusia menimbulkan semangat bekerja.
3.
Keadaan
dunia ini tidak dapat diatur kecuali bila terdapat golongan yang khusus bekerja
disawah-sawah tidak perlu bersenang-senang dan bacaan kitab-kitab.[11]
Islam memerintahkan agar manusia
menggunakan seluruh anggota tubuhnya untuk berbuat baik kepada tuhan, manusia dan
lingkungan alam sekitar dan tidak untuk berbuat jahat. Al Ghazali berpendapat
jujur dan amanah yang paling disukai Allah dan berbuat dosa maksiat merupakan
kejahatan yang terbesar dan kedurhakaan yang tidak ada bandingannya terhadap
tuhan. Membersihkan diri dari sifat-sifat tercela itu perlu, apalagi kemusrikan
karena najis maknawi (najis ma’nawiyah) karena demikian orang tidak mungkin
mendekatkan diri kepada tuhannya. Sebagaimana firman Allah dalam surat At Taubah (9) : 28
Artinya : “Hai
orang-orang yang beriman, Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis, Maka
janganlah mereka mendekati Masjidilharam sesudah tahun ini dan jika kamu
khawatir menjadi miskin, Maka Allah nanti akan memberimu kekayaan kepadamu dari
karuniaNya, jika dia menghendaki. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha
Bijaksana”.
Sifat-sifat tercela dalam bahasa arab disebut dengan
Ash-Shiraf Al-Madzmumah, lawan dari kata-kata terpuji (mahmudah). Diantara
sifat-sifat tercela seperti :
1.
Mencuri
2.
Berdusta
3.
Memfitnah
4.
Bersumpah palsu
5.
Menyombongkan diri
Termasuk sifat yang dikerjakan oleh hati adalah :
1.
Dengki
2.
Takabur
3.
Angkuh
4.
Membanggakan derajatnya
5.
Iri hati dan banyak lagi
Jadi penyimpangan terhadap hak dan kewajiban itu terjadi
dalam kehidupan karena perilaku tidak baik yang melanggar konsep akhlak
al-karomah.[12]
G.
Keadilan yang Hakiki
Keadilan pada umumnya perlu diperoleh
bahkan kalau terpaksa dituntut. Akan tetapi untuk memperoleh keadilan biasanya
diperlukan pihak ketiga sebagai penengah. Dengan harapan pihak ketiga ini dapat
bertindak adil terhadap pihak yang berselisih. Ia harus netral dan tidak
memihak salah satu, tanpa pihak ketiga yang berselisih paham akan bersifat
konfrontatif yang bila dibiarkan akan mengarah kepada kekerasaan. Sesuai dengan
sifatnya, peradilan diberi lambang neraca yang horisontal mengandung arti bahwa
keadilan adalah suatu yang tidak berat sebelah.
Untuk melaksanakan keadilan dalam
suatu negara diperlukan suatu peraturan yang disebut undang-undang atau hukum.
Namun intinya adalah hukum merupakan suatu norma yang mengatur kehidupan
masyarakat. Oleh karena itu, apabila seseorang memperoleh ketidak adilan dari
pihak lain ia berhak mengajukan tuntutan. Selanjutnya dikatakan bahwa hukum
memiliki norma yang terletak pada sanksi
yang diberikan pada pelanggarnya. Manusia sebagai makhluk berakal budi,
berjasmani, sebagai makhluk sosial dalam hubungannya dengan sesama akan mudah
mengalami konflik.
Islam mengajarkan untuk selalu
berbuat adil dalam arti bisa menempatkan sesuatu pada tempatnya., yaitu
proposional adanya kesesuaian antara satu dan yang lainnya firman Allah dalam
surat Al A’raf (7) : 181
Artinya : “ Dan di
antara orang-orang yang kami ciptakan ada umat yang memberi petunjuk dengan
hak, dan dengan yang hak itu (pula) mereka menjalankan keadilan”.
Untuk mendalami sebuah keadilan perlu dikenal adanya hukum
kodrat dan hukum positif. Hukum kodrat (lex
naturalis), merupakan hukum yang berdasarkan penciptanya. Hukum ini adalah
hukum Ilahi yang memiliki sifat abadi. Hukum positif atau hukum manusia (lex humana) hukum ini bersifat tidak
tetap karena dibuat oleh manusia.
Keadilan yang hakiki tidak dapat ditemukan didunia ini,
tetapi keadilan yang hakiki dapat ditemukan di akhirat tempat yang abadi.
Hakiki artinya kekal, tidak semu, tetapi nyata untuk selamanya. Keadilan yang
hakiki ialah keadilan yang sesungguhnya di akhirat, keadilan yang benar adil
karena hakimnya Allah SWT. Keadilan hakiki adalah milik Allah, keadilan didunia
hanyalah semu yang dapat dimenipulasi, tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahuinya.
H.
Keadilan Tuhan
Yang dimaksud dengan keadilan ialah
keadilan yang sesungguhnya dan tuhanlah sebagai hakimnya diakhirat nanti.
Manusia dapat membantu keadilannya melalui berbagai amal ibadah kepada-Nya .
apabila berbuat baik maka akan mendapatkan kebaikan dan sebaliknya bila berbuat
buruk akan mendapat keburukan diakhirat nantinya. Membangun akhlqul karimah di
dunia ini berarti membangun keadilan yang hakiki dan membangun keadilan tuhan.
Keadilan tuhan menurut berbagai
mahzab atau aliran teologi diantaranya :
1.
Aliran
mu’tazilah berpandangan bahwa keadilan tuhan itu bersifat mutlak artinya tuhan
akan membalas sesuai amal dan perbuatannya, yang baik masuk surga yang buruk
masuk neraka bersifat mutlak.
2.
Aliran
masuridiyah yaitu tuhan akan membalas kebaikan dengan kebaikan dan keburukan
dengan keburukan tetapi bersifat semu artinya hanya (kebijakan tuhan).
3.
Aliran
Al-Bazdawi menyatakan tuhan akan membalas sesuai amal perbuatannya dan Tuhan tidak
harus memasukkan orang jahat keneraka.
4.
Asy’ariyah
menyatakan keadilan Tuhan itu sesuai dengan kehendak Tuhan. Tuhan tidak mesti
memasukkan orang baik ke surga dan juga orang jahat ke neraka, sifatnya ini
tergantung Tuhan.
Jadi secara umum umat Islam berpegangan
bahwa keadilan tuhan ialah mutlak artinya tuhan akan membalas orang baik ke
surga dan orang jahat ke neraka. Secara garis besar tuhan akan membalas manusia
sesuai amal perbuatannya.[13]
KESIMPULAN
Akhlak dan berbuat adil sangat erat hubungannya, akhlak
baik mampu berbuat adil, akhlak buruk terjadi penyimpangan hak dan keadilan.
Keduanya saling berhubungan dan tarik-menarik tidak bisa dilepaskan antara satu
dengan yang lainnya. Allah seslalu memperingatkan untuk selalu berbuat
kebajikan dan keadilan karena keadilan itu mendekatkan diri kepada taqwa.
Manusia khalifah di bumi, wajib menerapkan konsep akhlak dan keadilan dalam
kehidupan sehari-hari. Intinya setiap perbuatan dan tingkah laku harus sesuai
dengan tuntunan Allah SWT dan Rasul-Nya. Dengan menegakkan keadilan berarti
kita menjalankan undang-undang dan menjadikan persamaan rasa solidaritas antar
umat beragama.
DAFTAR PUSTAKA
Abullah, M. Yatimin. Studi Akhlak dalam Perspektif Al Qur’an.
Jakarta: Amzah. 2007.
Bertens. Etika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 1993.
Ensiklopedia Islam
Ma’ruf, Karid. Etika Ilmu Akhlak. Jakarta: Bulan Bintang. 1975.
Mustaka, Ahmad. IBD. Bandung: CV Pustaka Setia. 1999.
Yakub, Hamzah. Etika Islam. Bandung: CV Diponegoro. 1983.
Zuhri, Amat. Warna-warni Teologi Islam. Pekalongan: STAIN Press. 2010.
[1] K. Bertens, Etika (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993),
h. 4.
[2] Drs. M. Yamin Abdullah, M.A., Studi Akhlak dalam Perspektif
Islam (Jakarta: AMZAH, 2007), h. 137.
[3] Hamzah Ya’kub, Etika Islam (Bandung: CV. Diponegoro, 1983),
h. 11.
[4] Farid Ma’ruf, Etika ilmu Akhlak (Jakarta: Bulan Bintang,
1975), h. 237.
[5] H.A. Mustofa, Filsafat Islam (Bandung: CV. Pustaka Setia),
h. 177.
[6]M. Yamin Abdullah, M.A. Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Qur’an (Jakarta:
AMZAH), h. 138.
[7] Drs. M. Yamin Abdullah, M.A., Studi Akhlak dalam Perspektf
Al-Qur’an (Jakarta: Amzah, 2007), h. 141.
[8] Drs. H.A. Mustofa, Filsafat Islam (Bandung: Pustaka Setia),
h. 177.
[9] Prof. KH. Farid Ma’ruf, Etika Ilmu Akhlak, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1975), h. 245.
[10] Prof. KH. Farid Ma’ruf, Etika Ilmu Akhlak (Jakarta: Bulan
Bintang, 1975), h. 245.
[11] Drs. H. Ahmad Mustofa, IBD (Bandung: Pustaka Setia, 1999),
h. 106.
[12] Drs. M. Yasimin Abdullah, M.A., Studi Akhlak dalam Perspektif
Al-Qur’an (Jakarta: Amzah), h. 148.
[13] Amat Zuhri, Warna-Warni Teologi Islam (Pekalongan: STAIN
Press, 2010), h. 151.
sites on the internet. I'm going to recommend this site!
Also visit my web-site: make money blog
Here is my webpage :: make blog